Random Post

Friday, December 24, 2010

Sketsa Akhir Kehidupan Dunia | Tentang Akhir Kehidupan Dunia

Akhir hayat, misteri dunia yang belum terpecahkan jawabannya, bagaimana pun manusia mencoba memperhitungkan dan memprediksikannya, semuanya masih jadi misteri yang gelap. Segelap alam yang menanti kita setelahnya, alam kubur, sendirian tanpa kawan, tiada sahabat setia, ibu dan bapak pun tak ada, kesepian menanti keputusan.

Seorang bijak pernah berkata “Apabila kau ingin menilai kehidupan seseorang, lihatlah pada akhir hayatnya”, Sebagaimana sebuah cerita, kita bisa mengambil kesimpulan setelah membacanya sampai tamat. Bagi seorang muslim, tentunya akhir yang baik (husnul khatimah) adalah sebuah dambaan, dengannya kita memasuki gerbang kematian dengan lebih tenang, satu fase sudah terlewati dengan baik, InsyaALLAH fase selanjutnya akan terlewati dengan lebih mudah
Rasulullah Muhammmad –Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah baginya-, sang suri tauladan para muslim, telah mencontohkan untuk kita sebuah akhir yang menakjubkan, di bawah ini tersaji potongan kisah yang menggambarkan detik-detik perpisahan beliau dengan dunia, perpisahan yang mengantarkannya pada Cinta sejatinya.
Hari itu, ketika Nabi Saw pulang dari menunaikan Haji Wada, beliau jatuh sakit. Penyakit ini lah yang kemudian menyebabkan beliau wafat. Hari demi hari penyakitnya kian parah. Dilihat dari ucapan dan pandangan matanya, seolah beliau hendak meninggalkan dunia fana ini. Ketika demam yang beliau derita semakin hari semakin menjadi-jadi dan beliau yakin akan segera berpisah menuju alam yang selanjutnya, ia ingin berpesan pada orang-orang.
Beliau membalut kepalanya, lalu menyuruh Fadhl bin Abbas r.a. untuk mengumpulkan para shahabatnya di masjid. Ketika orang-orang telah berkumpul, beliau dipapah oleh Fadhl menaiki mimbar. Setelah memuji ALLAH, kemudian beliau bersabda,
“Amma ba’du, masa pergantian itu telah dekat, dan kalian tidak akan melihatku kembali di tempat ini. Maka siapa saja yang aku telah menjilid punggungnya, inilah punggungku, hendaklah dia membalasnya. Barangsiapa aku ambil hartanya, inilah hartaku maka ambillah. Barangsiapa aku cela kehormatannya, maka hendaklah dia membalasnya. Jangan sampai salah seorang dari kalian khawatir aku akan dengki kepadanya. Kedengkian bukan sifat dan karakterku. Yang paling aku sukai dari kalian adalah yang berani mengambil kembali haknya yang mungkin telah aku rampas, atau memaafkan aku. Sehingga kelak aku menghadap-Nya dalam keadaan tidak mendzalimi siapapun”
Kemudian Rasulullah Saw pulang ke rumah. Kini, demam yang beliau derita semakin menggerogoti tubuh beliau. Dengan susah payah beliau berusaha keluar ke masjid untuk shalat bersama para shahabatnya. Hingga waktu itu beliau telah shalat Maghrib bersama mereka pada hari Jum’at, dan beliau masuk ke rumahnya. Demamnya terus saja meninggi, para shahabat menyediakan kasur tempat beliau berbaring, sementara itu demam beliau makin meninggi.
Orang-orang telah berkumpul untuk menunaikan shalat Isya’, mereka menunggu Rasulullah keluar untuk mengimami mereka, padahal penyakit beliau telah sedemikian kronis. Beliau berusaha bangkit, namun tidak mampu. Akhirnya dengan sangat perlahan beliau mencoba untuk kembali bangkit. Sebagian orang berseru “Shalat..Shalat..”.
Rasulullah menatap orang-orang di sebelahnya dan berkata, “Apakah orang-orang sudah shalat?” “Belum, mereka menunggumu, wahai Rasulullah,” jawab mereka. Waktu itu panas beliau membuatnya tidak mampu bangkit. Beliau berkata “Tuangkan air dalam bejana”. Mereka pun memenuhi permintaan beliau dengan menuangkan air dingin dan menaruhnya dekat beliau dan mengkompres seluruh badannya. Akhirnya suhu tubuh beliau sedikit menurun. Ketika beliau sedikit merasa agak segar, beliau meminta bejana tadi disingkirkan.
Ketika mencoba bangkit dengan kedua tangannya, beliau jatuh pingsan. Begitu siuman, pertama kali yang beliau tanyakan adalah ,“Apakah orang-orang sudah shalat” mereka menjawab “Belum, wahai Rasulullah. Mereka menunggumu.” “Tuangkan air ke bejana agar aku bisa membasuh,” pinta beliau. Mereka memenuhi permintaan tersebut.
Ketika Rasulullah Saw merasa sedikit enak, beliau hendak berdiri, namun jatuh pingsan lagi setelah beberapa saat. Ketika siuman, pertama kali yang beliau tanyakan adalah, “Apakah mereka sudah shalat?” mereka menjawab “Belum Ya Rasulullah, mereka menunggumu.” “Tuangkan air ke dalam bejana”, pinta beliau. Para shahabat memenuhi permintaan beliau. Lalu dengan air dingin tubuh itu diguyur. Kemudian beliau mencoba bangkit, namun lagi-lagi beliau pingsan. Keluarga yang menyaksikan kondisi beliau terharu. Air mata mereka meleleh.
Sementara itu, orang-orang tetap menunggu beliau di dalam masjid, ketika siuman beliau kembali bertanya “Apakah mereka sudah shalat?” “Belum, mereka menunggumu Ya Rasulullah” jawab mereka. Rasulullah berharap mampu berdiri untuk shalat bersama mereka, namun penyakit yang mendera dirinya semakin parah. Penyakit yang telah mendera jasad yang berbarakah, yang telah menolong agama ALLAH dan berjihad atas nama Rabbul’alamin
Jasad itulah yang telah merasakan manisnya ibadah sekaligus kerasnya kehidupan. Jasad yang terdiri dari dua kaki yang bengkak karena menahan berat badan dalam shalat malam yang panjang. Yang terdiri dari dua mata yang sembab karena menangis takut pada ALLAH. Jasad yang telah merasakan beratnya perjuangan di Jalan ALLAH. Telah berlapar-lapar dalam peperangan

Ketika merasa tak mungkin lagi bangkit, akhirnya beliau menyuruh Abu Bakar r.a. untuk mengimami mereka. Abu Bakar pun menjadi imam, tangisan kesedihan Abu Bakar sebagai imam membuat para makmum tidak mampu mendengar lantunan ayat-ayat suci Al-Qur’an dengan jelas. Dan kemudian akhirnya shalat Isya’ pun rampung ditunaikan.
Begitu pula hal yang terjadi pada beberapa hari selanjutnya, mereka shalat dengan Abu Bakar sebagai imamnya, sementara Rasulullah masih tak berdaya di atas kasur. Hingga suatu ketika hendak shalat Dhuhur pada hari Senin, Rasulullah merasa kondisinya membaik.
Beliau memanggil Abbas dan Ali r.a. untuk memapahnya keluar kamar. Perlahan, kedua kakinya menapaki jalan. Beliau menyingkap tabir yang memisahkan kediamannya dengan masjid. Ternyata kaum muslimin lainnya sedang menunaikan shalat.
Beliau melihat shahabatnya berjejer rapi dalam shaf-shaf shalat. Terpaku beliau memandang mereka. Memandang wajah-wajah mereka yang penuh berkah dan jasad-jasad mereka yang suci. Setiap orang pastilah pernah mendapat cobaan di jalan ALLAH. Diantara mereka ada yang tangannya terpotong, matanya tercongkel dan ada pula yang badannya dipenuhi bekas luka.
Beliau selalu shalat, berjihad, dan bermajlis bersama mereka. Berapa pun malam yang beliau gunakan untuk shalat malam, mereka pasti juga melaluinya dengan shalat. Berapa pun hari yang beliau lalui dengan puasa, mereka juga pasti melaluinya dengan puasa. Betapa sabar mereka menerima ujian bersama Rasulullah, memanjatkan do’a-do’a tulus bersama beliau.
Lihat..! berapa banyak dari mereka yang rela berpisah dengan keluarga dan saudaranya, demi menolong agama ALLAH, mereka tinggalkan orang-orang tercinta dan tanah air mereka, diantara mereka ada yang telah terkorbankan, sementara yang lain dengan setia menunggu giliran. Tidak sekalipun mereka mengubah kesetiaan berkorban mereka.
Tetapi, di hari itu beliau akan berpisah meninggalkan mereka, menuju alam akhirat. Alam yang sama-sama mereka rindukan untuk menghuninya. Rasulullah tersenyum melihat mereka shalat. Senyuman yang membuat wajah beliau bersinar bagaikan bulan purnama. Lalu beliau memasang kembali tabir, dan berbaring di atas kasurnya. Setelah itu mulailah Malaikat maut datang menemui beliau.
Ketika tubuhnya mulai melemah. Dalam sakaratul maut yang dahsyat tersebut beliau mengulang-ulang kalimat yang ia pesankan pada orang-orang sepeninggalnya, hingga pada kalimat terakhir “SHalatt..Shalat dan budak-budak kalian”. Lalu ruh suci itu meninggalkan jasadnya. Manusia mulia itu wafat.
Telah wafat punggawa para Nabi dan pemimpin orang-orang bertaqwa, wafat tanpa menzhalimi dan melukai seorang pun, tanpa ternoda oleh harta yang haram, tanpa ghibah dan dosa.
Telah datang pada diri kalian seorang Rasul dari dirimu sendiri. Ia merasa berat dengan apa yang kalian derita. Sangat sayang kepadamu, lemah lembut pada orang-orang beriman” (At Taubah : 128)
“…Jangan sekali-kali kamu mati, kecuali dalam keadaan muslim”

Keterangan :
Kisah akhir hayat Rasulullah dikutip dari “Malam Pertama di Alam Kubur” – Dr.A’idh Al Qarni, Dr.Muhammad Ibn Abdurrahman Al-Uraifi, Syaikh Muhammad Husain Ya’qub.

Loading...

0 comments:

Post a Comment